Monday, February 26, 2007

DUA PEREMPUAN

Kehidupan berjalan semakin aneh.
Hari ini saya bertemu dengan dua orang perempuan yang sangat berbeda. Mereka seperti langit dan bumi!!!

Perempuan pertama, seorang istri calon bupati, yang cara dia berlaku dan berbicara sangat terlihat terlalu dibuat2. Walau nada bicaranya ditekan sedemikian mungkin, namun pendengar manapun akan merasa bahwa dia sedang sedang membanggakan sesuatu.

Dia datang meminta dukungan untuk suaminya yang merupakan calon bupati sebuah kabupaten di Jawa Barat, sesekali dia bercerita siapa dirinya dan silsilan keturunannya. Juga tidak lupa menyelipkan kebanggaan dia atas suaminya yang sekarang menjabat sebagai sekjen sebuah organisasi pemuda. Suaminya yang dosen dibeberapa universitas, dan sekarang sedang mengambil gelar doctor di sebuah universitas di Malaysia.
Pada akhir pertemuan dia membagikan VCD dan stiker yang berisi kampanye suaminya.
Well, sebagai istri dia mungkin lumayan hebat, membantu suaminya mencari dukungan agar bisa menang dalam PILKADA dan menjadi “Pak Bupati”, tapi sejujurnya saya sama sekali tidak kagum dengan usahanya, karena dibalik sikap lemah lembutnya, cara bicaranya yang sangat “diatur”, dan bahasa tubuhnya tidak tampak ketulusan sama sekali, yang ada hanya kebanggaaan diri sendiri. Semoga dugaan saya salah… Maafkan saya Tuhan telah berprasangka buruk pada orang lain….

Perempuan kedua datang 30 menit setelah istri calon pak bupati itu pergi. Biasa saja, tidak ada pakaian bagus, bahkan lebih terlihat lusuh dan berantakan. Saya sedikit tersentak ketika tanpa sengaja gamis panjangnya tersingkap. Dia cacat!!! Kedua kakinya tak bertelapak, pun kedua tangannya!!!

Dia hendak meminta bantuan modal pada guru kami untuk usahanya yang sudah dua bulan ini tidak berjalan. Uang modalnya terdahulu habis untuk membiayai anaknya yang sakit. Sementara suaminya pun tak sanggup menghidupi mereka karena cacat. Percaya tidak percaya, tapi melihat rautnya yang begitu mengiba rasanya tidak mungkin ia berbohong.

Dia hanya diam terpaku saat guru kami mengatakan tidak memiliki uang untuk dipinjamkan. Matanya merah walau air mata tak menetes. Namun demikian emak (guru kami) sempat bertanya mengenai usaha yang ia geluti. Ia membuat onde-onde kering yang ia jual di warung-warung seharga empat ratus rupiah perbutir. Dari modal Rp 15000, dia bisa menghasilkan 3 toples onde-onde yang ia jual Rp 12000/ toples. Artinya ia bisa untung lebih dari setengah modal yang ia keluarkan.

Begitu terpana saya mendengar kisahnya, betapa sulit hidup yang ia jalani. Ia sama sekali tidak minder dengan kecacatannya, ia bahkan masih dengan gigih berjuang untuk hidup. Satu yang saya kagumi ketika ketika ia bilang “kalau saya malu dengan keadaan saya, bagaimana saya bisa melanjutkan hidup saya? Bagaimana dengan anak-anak saya?”

Dengan bijak, emak meminta kepada kami yang berada diruangan itu untuk memberikan sumbangan seikhlasnya. Ia tampak terharu ketika emak memberikan uang yang kami kumpulkan. “bagaimana saya akan mengembalikan ini?” ia bertanya, Emak mengatakan bahwa uang itu diberikan kepadanya tanpa ia harus mengembalikan, asalkan ia benar menggunakan uang itu untuk modal. Emak juga meminta ia untuk melaporkan hasil usahanya agar infak yang telah kami berikan kepadanya tidak habis dengan sia-sia.

Saya berdoa semoga dia bisa menjalankan usanya kembali dan dapat membiayai keluarganya…

Begitulah hidup, sepertinya kita memang sebaiknya jangan terlalu melihat ke atas, karena biasanya kita tidak akan bersyukur dengan apa yang kita milikii. Coba lihatlah ke bawah, sehingga kita akan mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada kita saat ini…

0 komentar:

 
template by