Sunday, January 29, 2006

Seseorang Bernama ESA…






(Untuk rasa sayang yang tak terdefinisi)

Mengingatnya, membuat saya tersenyum, sekaligus menangis. Dia istimewa, bahkan boleh dibilang sangat istimewa. Selalu nyaman berada didekatnya. Sejak dulu saya tak pernah mengakui perasaan ini sebagai cinta. Saya menyebutnya “rasa sayang yang tak terdefinisi”. Dan dia pun selalu menekankan pada saya bahwa yang dia rasakan terhadap sayapun tak terdefinisi (apakah cinta juga punya definisi?).

Saya mengenalnya hampir 7 tahun lalu, kami masih sama-sama polos. Awalnya sangat biasa, saya mengabaikannya, diapun mengabaikan saya. Saya lupa, apa yang membuat kami menjadi dekat satu tahun kemudian.

Kuliah bareng, makan siang di-F, Nge-net di M-Web Psiko atau jalan-jalan ke mal depok saat itu menjadi rutinitas kami. Memang kami tidak melakukannya hanya berdua, tetapi juga bersama teman2 kami yang lain. Yang saya tahu, ia naksir dengan sahabat dekat saya (betul kan?). Kami dekat, cukup dekat, hingga saat liburan tiba pun tanpa dikomando kami saling menulis “surat kangen”. Mungkin dari sinilah awalnya. Perasaan saya terhadapnya berubah setelah surat kangen kami yang pertama, dan sekali lagi saya tekankan “itu bukan cinta”.

Dia begitu istimewa, saya selalu terkenang padanya setiap kali membaca surat-surat kecil yang saling kami kirimkan saat dosen sedang mengajar. Surat-surat inilah yang lebih banyak bercerita tentang kami, tentang senja, tentang hujan, dan juga tentang “rasa sayang yang tak terdefinisi” itu……

“eh lihat udah hujan lagi……..”
“ehmmm…..”
“udah beberapa hari ini ujan terus, indah yah?…..”
“ehmmm….”
“gak tau kenapa kalo ujan, gue ngerasa seneng banget..”
“ehmmm..”
“kok ehmmm terus sih? Ngomong dong!!”
“ehmm..”
“brengsek…”
“……..”
“eh hujan ini kok aneh sih, warna-warni.., rasanya juga manis, kayak sirop.”
“ehmm”
“ini pasti hujan cinta, kalo hujannya sederas ini, pengirimnya pasti lagi jatuh cinta berat. Romantis banget yah…… H.U.J.A.N. C.I.N.T.A.”
“iya gue tahu, gue kok yang ngirim buat elo.”

*Somethings are better left unsaid*
Puisi spontan buatan rangga si penyair kacangan


Sekali lagi, Itu bukan cinta, walau hubungan kami begitu mesra, layaknya sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta.

Berjalan berdua melintasi hutan kampus, genggaman tangannya, atau dekapnya yang nyaman sering kali membuat saya merindukannya. Tamparan saya pada pipinya senja itu mungkin masih membekas dihatinya, sobekan uang kertas lima ratus rupiah yang sengaja kami bagi dua atau pig-gitar hitam itu, apakah masih disimpannya? Hmmmm ;)p

Saya sadari rindu ini pada akhirnya menjadi mimpi panjang saya. Saya menikah, dan ia entah dimana. Hampir tiga tahun kami tidak saling sapa, ia tanpa berita. Beberapa kali saya mencoba menghubunginya, tapi ia seperti menolak saya. Saya mengirim e-mail, ia juga mengacuhkan saya.

Untuk seseorang yang merayakan ulang tahun setiap tanggal 21 Maret, Whereever you are, saya sayang kamu, walaupun saya tidak pernah tahu bagaimana bentuknya…
I’m really sorry for what I ever did, for what I ever said…
I’m really sorry…….

0 komentar:

 
template by